Para peneliti memperingatkan serangan-serangan tersebut sulit diukur karena banyak peretas yang bersembunyi di balik komputer yang terkena serangan di negara lain. Jaringan komputer bervirus, atau botnet, yang dioperasikan dari Eropa Timur, contohnya, dapat mengendalikan sekumpulan komputer di Indonesia untuk menyerang target di tempat lain.
âPara penyerang tidak harus berada di Indonesia,â ujar direktur analitis Akamai, David Belson. âJelas ada serangkaian sistem yang telah disusupi.â
Belson menunjuk sejumlah pelaku potensial seperti perangkat lunak Windows bajakan yang membuat kompoter rawan terkena virus. Business Software Alliance, kelompok industri di Washington, Amerika Serikat yang mewakili perusahaan seperti Microsoft, mendapati bahwa 86% instalasi perangkat lunak PC di Indonesia pada 2011 bersumber dari bahan bajakan.
Indonesia pun harus bersyukur dengan keberadaan jejaring berkecepatan lebih tinggi sehingga mengurangi sejumlah efek yang tidak diinginkan bagi Internet dalam negeri. Kebanyakan pengguna Internet masih harus bergelut dengan Internet berkecepatan 1,7 Megabit per detikâ"tidak termasuk jaringan mobile. Namun, kecepatan rata-rata tersebut sudah dua kali lebih tinggi dari tahun lalu.
Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, Kementrian Komunikasi dan Informatika, Gatot S. Dewabrata mengatakan belum membaca laporan Akamai dan akan meminta klarifikasi dari perusahaan tersebut. Namun, laporan itu âmenjadi pengingat bagi warga Indonesia untuk menggunakan Internet secara bijak,â ujarnya.
Indonesia dan Cina mungkin menjadi yang terbesar dalam hal transmisi data berbahaya. Namun, laporan Akamai menunjukkan Amerika Serikat juga banyak menyimpan pelaku. Lalu lintas data berbahaya dari Amerika Serikat mencapai 7% dari total serangan pada triwulan kedua. Negara tersebut lantas duduk di tempat ketiga dalam daftar.
0 komentar:
Posting Komentar