Home » , , » Gua Hira, Sekolah Pertama Pengubah Dunia

Gua Hira, Sekolah Pertama Pengubah Dunia



Gua Hira menjadi saksi sejarah turunnya Al-Qur’an. Di tempat yang teduh itulah wahyu pertama diturunkan. Di situlah Rasulullah Muhammad Shallalahu alaihi wa Sallam diangkat menjadi nabi. Kelak, beliau diakui oleh dunia sebagai orang paling berpengaruh dalam panggung sejarah.

Menyebut Gua Hira sebagai sekolah bukan tanpa alasan. Suasana Gua Hira, saat turunnya wahyu pertama, sangat kental dengan iklim pendidikan. Di dalamnya, terdapat unsur-unsur yang memungkinkan terselenggaranya proses pendidikan. P ertama, ada Rasulullah Muhammad Shallalahu alaihi wa Sallam dan peran-peran subjek belajar. Kedua,  Malaikat Jibril dan fungsi-fungsi agen pembelajaran. Ketiga, Al-Qur’an Surat Al ‘Alaq: 1-5  sebagai materi pelajaran. Keempat, komunikasi dan interaksi antara Malaikat Jibril dan Rasulullah saw yang menggambarkan proses transfer pengetahuan.
Subjek Belajar

Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam datang ke Gua Hira bukan untuk bermain-main dan menghabiskan waktu. Yang beliau lakukan saat berada di gua tersebut ialah mendekatkan diri kepada Allah, bertahannuts. Kedatangan beliau tak dapat dipisahkan dari krisis kebodohan yang sedang membelit umat manusia. Beliau datang untuk menemukan jawaban atas pertanyaan besar, bagaimana cara menangani krisis kebodohan tersebut dan membangun tatanan baru bagi kehidupan umat?

Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam pun menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut. Bermula di Gua Hira, saat beliau bertemu dengan Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu pertama. Kemudian berlanjut dengan turunnya wahyu secara berangsur-angsur hingga Al-Qur’an genap 30 juz. Kitab Al-Qur’an inilah yang menjadi panduan untuk mengentaskan dunia dari jeratan kebodohan yang merajalela dan untuk membangun peradaban baru di atas puing-puing kebodohan tersebut. Allah berfirman, “Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka …” (QS Ibrahim 14: 1)

Agen Pembelajaran

Saat  Rasulullah saw sedang bertahannuts di Gua Hira, Malaikat Jibril datang. Beliau menuturkan, “Tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril dan mengatakan, “Bacalah!” Aku mengatakan,”Sungguh aku tidak bisa membaca.” Setelah itu, ia mengambil dan mendekapku sampai aku merasa kelelahan, kemudian ia melepaskanku dan berkata,”Bacalah!” Aku mengatakan, “Sungguh ak u tidak bisa membaca.” Kemudian ia mengambil dan mendekapku kali kedua sampai aku merasa kelelahan, kemudian ia melepaskanku dan berkata, “Bacalah! “Maka aku mengatakan, “Sungguh aku tidak bisa membaca.” Lantas ia mengambil dan mendekapku kali ketiga sampai aku merasa kelelahan, kemudian ia melepaskanku dan berkata, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. 96:1-5).

Malaikat Jibril bekerja agar wahyu tersebut sampai kepada Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam. Ia juga menyemangati Rasulullah saat berulang kali memintanya untuk membaca dan membaca. Saat mendengar Rasulullah menjawab, “Sungguh saya tidak bisa membaca,” ia mendekapnya. Pada saat yang sama tindakan ini seperti usaha menghadirkan suasana belajar yang kondusif d an jauh dari ketegangan.

Tugas menyampaikan wahyu menuntut kompetensi dan keahlian khusus. Karena itu, Allah mengutus Malaikat Jibril yang memang tugasnya sebagai penyampai wahyu. Itulah spesialisasinya. Allah tidak mengutus malaikat peniup sangkakala, dan tidak pula malaikat pencabut nyawa, atau malaikat yang lain untuk menyampaikan wahyu.

Lebih lanjut, kisah turunnya wahyu pertama menggambarkan kepiawaian Malaikat Jibril dalam membangun komunikasi dan berinteraksi dengan Rasulullah saw; merancang proses penyampaian wahyu kepada Rasulullah saw; dan amanah dalam menyampaikan dengan tanpa mengurangi dan menambahi.

Pelajaran Pertama

Al €˜Alaq ayat 1-5 merupakan pelajaran pertama bagi Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam. Kelak, secara berangsur-angsur, pelajaran lanjutan beliau terima di berbagai tempat yang berbeda sampai Al-Qur’an genap 30 juz. Begitulah tabiat pendidikan, ia berproses secara gradual. Pendidikan butuh waktu.

Materi pelajaran pertama ini kelihatannya masih sederhana. Namun, bila direnungkan, pelajaran ini memiliki bobot luar biasa. Isinya tentang dasar-dasar peradaban yang sangat diperlukan oleh manusia. Terlebih oleh dunia yang sedang tertutup kabut tebal kebodohan. Setidaknya, terdapat tiga hal penting dalam kandungan ayat-ayat tersebut. Pertama, perintah membaca, iqra’ dan pentingnya ilmu pengetahuan. Kedua, ma’rifatul khaliq (pengenalan Sang Pencipta). Ketiga, ma’rifatul insan (pengenalan jati diri manusia).

Pelajaran pertama ini merupakan hal-hal dasar yang paling asasi. Melihat materi pertamanya, tergambar bahwa di sana tentu ada kurikulum besar bagi kehidupan dan peradaban manusia. Kurikulum yang utuh dan menyeluruh, mencakup semua lini tanpa terkecuali. Allah swt berfirman, “Kami turunkan kepadamu Alkitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu …” (QS Annahl 16: 89)

Teknologi Pembelajaran

Jalinan interaksi dan komu nikasi yang terbangun antara Malaikat Jibril dengan Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam dalam penyampaian wahyu ini menggambarkan adanya proses pembelajaran. Jalinan tersebut bahkan menjelaskan bagaimana kepiawaian Malaikat Jibril dalam melakukan inovasi rekayasa pembelajaran yang luar biasa. Terbukti, ia sukses menyampaikan wahyu kepada Rasulullah Shallalahu alaihi wa Sallam yang ummi (tidak mengenal baca-tulis).

Dalam penyampaian wahyu pertama, Malaikat Jibril tidak langsung menyampaikan. Ia memulai dengan semacam apersepsi lewat ungkapannya, “Iqra’.” “Bacalah.” Ia menempuh cara komunikasi dua arah (dialogis). Pada saat yang sama, ia berusaha membangun suasana nyaman, bukan menegangkan. Iapun dengan tekun membimbing Rasulullah saw membaca. Akhirnya, tersampaikanlah wahyu pertama.

Allaahu a€™lam bi al-shawaab. [Tamim Aziz]

0 komentar:

Posting Komentar