Ketangkasan sahabat nabi pada kebenaran
Banyak orang yang memiliki kesiapan untuk memainkan sebagian peranan sesuatu dengan batas kemampuannya. Namun, mereka cukup berhenti di situ saja. Setiap kali dan setiap kesempatan mereka selalu bertanya-tanya, âApa yang harus dilakukan?â atau âApa kewajiban kami?â Mereka memberi alasan mengapa tidak juga memainkan peranannya, bahwa mereka belum mendapat perintah dan belum mendapat ma ndat.
Akan tetapi, apakah Anda mengira bahwa generasi muda sahabat demikian itu kondisinya? Atau mereka adalah individu-individu agresif, yang fungsi pertanyaan dan permintaan saran adalah untuk peningkatan kualitas kerja bukan sebagai penghambat maupun pengendur semangat? Berikut ini adalah beberapa momentum (ketangkasan sahabat nabi) yang bisa menjawab pertanyaan di atas.
Kisah Ali bin Abi Thalib dan Abu Dzar
Tatkala Abu Dzar tiba di kota Mekah guna mencari Nabi shallallahu âalaihi wa sallam, ia menyadari betapa besar bahaya yang mengancam. Ia mendatangi masjid mencari Nabi shallallahu âalaihi wa sallam, padahal ia belum mengenal beliau. Ia enggan untuk menanyakannya kepada orang, hingga malam jelas.
Ia merebahkan diri di masjid, dan Ali bin Abi Thalib melihatnya. Ali mengetahui bahwa ia orang asing. Ketika Abu Dzar melihat Ali, ia segera mengikutinya. Keduanya tidak saling bertanya satu sama lain sampai pagi men jelang. Lalu, ia membawa tempat minum dan bekalnya ke masjid. Satu hari berlalu, namun ia belum juga melihat Nabi shallallahu âalaihi wa sallam hingga menjelang sore. Ia pun kembali ke tempatnya berbaring. Ali lewat di sampingnya, ia berkata, Benarkah sekarang laki-laki ini ingin mengetahui rumah beliau? Ali membangunkan Abu Dzar dan mengajaknya pergi bersamanya.
Keduanya tidak saling bertanya sesuatu pun satu sama lain. Hingga pada hari ketiga, perbuatan yang sama dilakukan. Ali membangunkannya seraya berkata, Tidakkah kamu ceritakan kepadaku apa gerangan yang membuatmu datang ke negeri ini?â Abu Dzar berkata, Jika kamu sudi memberi jaminan dan janji untuk memberiku petunjuk, tentu aku akan mengatakannya. Ali melakukan hal yang diminta Abu Dzar. Maka, Abu Dzar memberitahukan sebab kedatangannya. Ali berkata, Sungguh, beliau pembawa kebenaran. Beliau adalah utusan Allah. Bila pagi menjelang, ikutilah langkahku!
Itulah sikap cerd as yang diambil Ali, padahal ia masih sangat muda, umumnya belum genap dua puluh tahun. Buah dari sikap ini adalah menunjukkan kepada Abu Dzar tempat Nabi shallallahu âalaihi wa sallam, sampai akhirnya Abu Dzar masuk Islam. Betapa Ketangkasan Sahabat Ali bin Abi Thalib dan Sifat Agresif pada Kebenaran sungguh mengagumkan.
Ketangkasan sahabat Zaid bin Tsabit
Ketika Nabi shallallahu âalaihi wa sallam wafat, masyarakat bergejolak, dan sudah sepantasnya mereka begitu. Pada situasi seperti ini, golongan Anshar berpendapat bahwa merekalah yang berhak memegang tampuk kepemimpinan setelah Rasulullah shallallahu âalaihi wa sallam. Para orator mereka berdiri menyerukan hal tersebut. Hanya ada satu dari sekian banyak generasi muda sahabat yang bangkit menunjukkan sikap yang menakjubkan.
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata, âTatkala Rasulullah shallallahu âalaihi wa sallam wafat, berdirilah orator golongan Anshar berorasi. Di antara mere ka ada yang menyerukan, âWahai segenap kaum Muhajirin, sesungguhnya setiap kali Rasulullah shallallahu âalaihi wa sallam mengangkat seorang laki-laki di antara kalian untuk menjadi pemimpin, beliau menyandingkannya dengan seorang laki-laki dari kalangan kami, sehingga kami memandang untuk urusan kepemimpinan ini ada dua orang; satu orang dari kalian dan satu orang dari kami.â Kemudian para orator berturut-turut menyampaikan hal yang sama. Lalu, Zaid bin Tsabit bangkit seraya berkata, âRasulullah shallallahu âalaihi wa sallam adalah dari kaum Muhajirin. Pemimpin itu berasal dari Muhajirin. Kamilah yang akan menjadi penolong-penolongnya, sebagaimana kita dahulu menjadi penolong-penolong Rasulullah shallallahu âalaihi wa sallam.â Selanjutnya, Abu Bakar berdiri seraya berkata, âSemoga Allah membalas kebaikan untuk kalian, wahai kaum Anshar. Benarlah perkataan salah seorang di antara kalian itu.â Ia melanjutkan, âDemi Allah, sekiranya kalian tidak melakukan ya ng demikian, tentu kami tidak akan berdamai dengan kalian.â
Kondisi kacau dan penuh fitnah semacam ini menuntut penghimpunan dua hal sekaligus, pemahaman (fiqh) dan pengetahuan (âilm), tekad, dan ketangkasan. Ketika pengetahuan lenyap, hawa nafsu akan merebak di tengah masyarakat. Ketika sikap tangkas tidak mengemuka, kesempatan akan berlalu begitu saja sebab yang akan berkuasa adalah mereka yang ambisius dan dikuasai hawa nafsu.
Demikianlah, salah seorang pemuda cerdas dari kalangan sahabat Nabi shallallahu âalaihi wa sallam menggabungkan antara keduanya. Ia bersikap tangkas mendahului orang-orang dalam momentum genting seperti tersebut. Tidak aneh, sebab ia adalah orang kepercayaan Nabi shallallahu âalaihi wa sallam untuk menulis wahyu.
Ketangkasan sahabat dan sifat agresif yang bergegas ke medan perang tanding
Diriwayatkan dari Ali, ia berkata, âUtbah bin Rabiâah maju ke depan, diikuti oleh anak lelaki dan saudara lelakiny a. Ia berseru, âSiapa yang menghadapi (kami)?â Para pemuda Anshar maju memenuhi tantangan mereka. Utbah bertanya, âSiapa kalian?â Para pemuda itu memberitahukan perihal mereka. Ia berkata, âKami tidak ada keperluan dengan kalian. Yang kami inginkan adalah saudara-saudara sepupu kami.â Rasulullah shallallahu âalaihi wa sallam bersabda, âBerdirilah, wahai Hamzah! Berdirilah, wahai Ali! Berdirilah wahai Ubaidah bin Al-Harits!â Maka, Hamzah berhadapan dengan Utbah. Aku berhadapan dengan Syaibah, sedangkan Ubaidah bertarung seru dengan Al-Walid. Keduanya saling memukul dan menjatuhkan. Kemudian, kami menyerang Al-Walid, hingga berhasil membunuhnya. Kami membantu Ubaidah menghadapi musuhnya.â
Ini adalah sikap agresif, bukan untuk melakukan pelayanan atau menunaikan suatu pekerjaan tetapi untuk berperang dan bertarung satu lawan satu, untuk kematian. Ini adalah pertempuran melawan para pembesar dan golongan otoritarian Quraisy. Para pemuda Anshar-lah yang pertama bangkit memenuhi tantangan mereka. Tatkala para pemuda Quraisy menolak melawan mereka, maka tampillah salah seorang pemuda Muhajirin, tidak lain adalah Ali bin Abi Thalib, ia tuangkan cawan kematian ke mulut lawan tandingnya. Tidak aneh, sebab ia sendiri yang menyatakan, âAkulah yang oleh ibuku dinamai Haidarah (singa). Layaknya singa hutan mengerikan, aku bunuh lawan-lawanku dengan sekali tebas!â
Sumber: Biografi Generasi Muda Sahabat Nabi shallallahu âalaihi wa sallam, Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy, Zam-Zam, Cetakan 1, 2009.
0 komentar:
Posting Komentar